BAB I Pengertian Antibodi
Imunoglobulin atau
antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan
tubuh pada hampir semua mamalia dan bereaksi secara spesifik terhadap antigen
yang menginduksi pembentukan mereka. Imunoglobulin adalah molekul antibodi yang
digolongkan dalam protein yang disebut globulin (Dominguez and Holmes, 2011). Antibodi (Imunoglobulin)
adalah molekul glikoprotein yang tersusun atas asam amino dan karbohidrat. Antibodi
atau Imunoglobulin sering kali disingkat dengan Ig. Imunoglobulin mengikat
bakteri, virus, atau molekul besar yang diidentifikasi sebagai benda asing. Imunoglobulin
diproduksi oleh limfosit B atau sel B. Berat molekul antibodi berkisar 150.000
Da sampai 950.000 Da yang tergantung pada kelasnya. Semua molekul antibodi
terdiri dari dua untaian peptida yang dikenal dengan light chain, sedang yang terdiri dari untaian peptida yang panjang
disebut heavy chains. Keduanya
terjadi ikatan kovalen bersama yang disebut dengan ikatan disulfide (Nelson and Cox, 2011).
Antibodi merupakan senjata yang
tersusun dari protein dan dibentuk untuk melawan sel-sel asing yang masuk ke
tubuh manusia. Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok prajurit
pejuang dalam sistem kekebalan. Antibodi mempunyai dua fungsi, pertama untuk
mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen. Fungsi kedua adalah
membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya. Berada
dalam aliran darah dan cairan non-seluler, antibodi mengikatkan diri kepada
bakteri dan virus penyebab penyakit. Mereka menandai molekul-molekul asing
tempat mereka mengikatkan diri. Dengan demikian sel prajurit tubuh dapat membedakan
sekaligus melumpuhkannya. Tubuh manusia mampu memproduksi masing-masing
antibodi yang cocok untuk hampir setiap musuh yang dihadapinya. Antibodi bukan
berjenis tunggal. Sesuai dengan struktur setiap musuh, maka tubuh menciptakan
antibodi khusus yang cukup kuat untuk menghadapi si musuh (antigen). Terdapat
beberapa tipe antibodi yang berbeda dari rantai berat antibodi, dan beberapa
tipe antibodi yang berbeda, yang dimasukan kedalam isotype yang berbeda
berdasarkan pada tiap rantai berat mereka masuki. Lima isotype antibodi yang
berbeda diketahui berada pada tubuh mamalia, yang memainkan peran yang berbeda
dan menolong mengarahkan respon imun yang tepat untuk tiap tipe benda asing
yang berbeda yang ditemui (Male D, Brostoff J, Roth DB, 2013).
BAB II Struktur Antibodi
Secara
sederhana molekul Imunoglobulin dapat digambarkan menyerupai huruf Y dengan
engsel (hinge). Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 macam
rantai polipeptida yang tersusun dari rangkaian asam amino yang dikenal sebagai
rantai H (rantai berat) dengan berat molekul 55.000 dan rantai L (rantai
ringan) dengan berat molekul 22.000. Tiap rantai dasar imunoglobulin (satu
unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai L. Kedua rantai ini diikat oleh
suatu ikatan disulfida sedemikian rupa sehingga membentuk struktur yang
simetris. Yang menarik dari susunan imunoglobulin ini adalah penyusunan daerah
simetris rangkaian asam amino yang dikenal sebagai daerah domain, yaitu
bagian dari rantai H atau rantai L, yang terdiri dari hampir 110 asam amino
yang diapit oleh ikatan disulfid interchain, sedangkan ikatan antara 2
rantai dihubungkan oleh ikatan disulfid interchain. Rantai L
mempunyai 2 tipe yaitu kappa dan lambda, sedangkan rantai H terdiri dari 5
kelas, yaitu rantai G (γ), rantai A (α), rantai M (μ), rantai E (ε) dan rantai
D (δ). Setiap rantai mempunyai jumlah domain berbeda. Rantai pendek L mempunyai
2 domain; sedang rantai G, A dan D masing-masing 4 domain, dan rantai M dan E
masing-masing 5 domain (Schroeder and Cavacini, 2010; Dominguez and Holmes, 2011).
Molekul Imunoglobulin dapat dipecah oleh enzim papain atau pepsin (protease) menjadi 2 bagian yakni Fab (fragment antigen binding) yaitu bagian yang menentukan spesifitas antibodi karena berfungsi untuk mengikat antigen, dan Fc (fragment crystalizable) yang menentukan aktivitas biologisnya dan yang akan berikatan dengan komplemen, sebagai contoh Imunoglobulin G mempunyai kemampuan menembus membran plasenta (Roitt, Brostoff, Male, 1985). Rantai dasar imunoglobulin dapat dipecah menjadi beberapa fragmen. Enzim papain memecah rantai dasar menjadi 3 bagian, yaitu 2 fragmen yang terdiri dari bagian H dan rantai L. Fragmen ini mempunyai susunan asam amino yang bervariasi sesuai dengan variabilitas antigen. Fab memiliki satu tempat tempat pengikatan antigen (antigen binding site) yang menentukan spesifisitas imunoglobulin. Fragmen lain disebut Fc yang hanya mengandung bagian rantai H saja dan mempunyai susunan asam amino yang tetap. Fragmen Fc tidak dapat mengikat antigen tetapi memiliki sifat antigenik dan menentukan aktivitas imunoglobulin yang bersangkutan, misalnya kemampuan fiksasi dengan komplemen, terikat pada permukaan sel makrofag, dan yang menempel pada sel mast dan basofil mengakibatkan degranulasi sel mast dan basofil, dan kemampuan menembus plasenta. Enzim pepsin memecah unit dasar imunoglobulin tersebut pada gugusan karboksil terminal sampai bagian sebelum ikatan disulfida (interchain) dengan akibat kehilangan sebagian besar susunan asam amino yang menentukan sifat antigenik determinan, namun demikian masih tetap mempunyai sifat antigenik. Fragmen Fab yang tersisa menjadi satu rangkaian fragmen yang dikenal sebagai F(ab2) yang mempunyai 2 tempat pengikatan antigen (Schroeder and Cavacini, 2010; Dominguez and Holmes, 2011).
Molekul Imunoglobulin dapat dipecah oleh enzim papain atau pepsin (protease) menjadi 2 bagian yakni Fab (fragment antigen binding) yaitu bagian yang menentukan spesifitas antibodi karena berfungsi untuk mengikat antigen, dan Fc (fragment crystalizable) yang menentukan aktivitas biologisnya dan yang akan berikatan dengan komplemen, sebagai contoh Imunoglobulin G mempunyai kemampuan menembus membran plasenta (Roitt, Brostoff, Male, 1985). Rantai dasar imunoglobulin dapat dipecah menjadi beberapa fragmen. Enzim papain memecah rantai dasar menjadi 3 bagian, yaitu 2 fragmen yang terdiri dari bagian H dan rantai L. Fragmen ini mempunyai susunan asam amino yang bervariasi sesuai dengan variabilitas antigen. Fab memiliki satu tempat tempat pengikatan antigen (antigen binding site) yang menentukan spesifisitas imunoglobulin. Fragmen lain disebut Fc yang hanya mengandung bagian rantai H saja dan mempunyai susunan asam amino yang tetap. Fragmen Fc tidak dapat mengikat antigen tetapi memiliki sifat antigenik dan menentukan aktivitas imunoglobulin yang bersangkutan, misalnya kemampuan fiksasi dengan komplemen, terikat pada permukaan sel makrofag, dan yang menempel pada sel mast dan basofil mengakibatkan degranulasi sel mast dan basofil, dan kemampuan menembus plasenta. Enzim pepsin memecah unit dasar imunoglobulin tersebut pada gugusan karboksil terminal sampai bagian sebelum ikatan disulfida (interchain) dengan akibat kehilangan sebagian besar susunan asam amino yang menentukan sifat antigenik determinan, namun demikian masih tetap mempunyai sifat antigenik. Fragmen Fab yang tersisa menjadi satu rangkaian fragmen yang dikenal sebagai F(ab2) yang mempunyai 2 tempat pengikatan antigen (Schroeder and Cavacini, 2010; Dominguez and Holmes, 2011).
Pada
dasarnya, semua molekul imunoglobulin terdiri dari 4 unit rantai polipeptida
yang mengandung 2 rantai berat (heavy
chain atau H chain) dan 2 rantai
yang lebih ringan yang sering disebut rantai ringan (light chain atau L chain).
Rantai – rantai ini digabungkan oleh kumpulan ikatan nonkovalen dan jembatan
penghubung disulfida(Schroeder and
Cavacini, 2010; Playfair; Chain,
2004).
II.1.1. Sifat Rantai Ringan (Light Chain)
Kesulitan dalam memperoleh jumlah yang signifikan
dalam analisis asam amino dari imunoglobulin yang spesifik, dipatahkan oleh
ditemukannya protein Bence – Jones di dalam urin pasien multipel myeloma,
dimana kenyataannya adalah rantai ringan (light
chain) disekresi oleh plasma sel keganasan. Dari penelitian ini, didapatkan
sifat protein Bence - Jones yaitu saat dipanaskan pada suhu 60o C,
protein ini akan mengendap, namun saat pemanasan ditingkatkan hingga mencapai
80o C, protein ini akan larut kembali. Karakteristik yang unik dari
protein Bence – Jones inilah yang memungkinkan untuk mengisolasi rantai ringan
dan memperoleh rangkaian asam aminonya.
Hasil
analisis dari protein Bence – Jones ini mengungkapkan bahwa terdapat 2 tipe
utama dari rantai ringan, yaitu kappa (€) dan lambda (λ), dimana tidak keduanya
dimiliki oleh setiap imunoglobulin, melainkan hanya salah satu saja. Masing –
masing mengandung sekitar 200 – 220 asam amino yang masing – masing diketahuin
memiliki urutan yang sama. Rantai ringan memiliki berat molekul
sekitar 25.000 dalton.
Tipe kappa (€) dan lambda (λ) dari rantai ringan sama – sama memiliki
ujung karboksi yang hampir sama. Yang membedakan antara kedua tipe rantai
ringan ini berada pada substitusi asam amino di beberapa lokasi rantai ringan.
Namun demikian, tidak terdapat perbedaan fungsi yang signifikan antara kedua
tipe rantai ringan ini.
II.1.2. Pengurutan Rantai Berat (Heavy Chain)
Pengurutan
rantai berat memperlihatkan susunan yang sama dengan susunan domain pada rantai
ringan, yaitu memiliki regio variabel dan regio konstan. Bagian pertama yang mendekati urutan asam
amino 110 di ujung terminal amino merupakan regio variabel dan sisanya bisa
terbagi menjadi 3 atau lebih regio konstan dengan urutan yang sama, berupa CH1,
CH2, dan CH3. Regio konstan ini lah yang kemudian menjadi
dasar pembagian kelas imunoglobulin, yaitu IgG yang memiliki rantai berat γ,
IgM yang memiliki rantai berat µ, IgA yang memiliki rantai berat α, IgD yang
memiliki rantai berat δ, dan igE yang memiliki rantai berat ᶓ. Masing – masing
dari itu, menunjukan suatu isotip, urutan asam amino yang unik yang biasa
terdapat di seluruh molekul asam amino. Adapun bentuk rantai amino yang berbeda
dari isotip pada umumnya, dinamakan alotip yang merupakan variasi regio konstan
minoritas pada individu.
Regio
variabel merupakan bagian ujung amino di setiap rantai, baik rantai ringan
maupun rantai berat yang sangat penting peranannya pada lokasi pengikatan
antigen terhadap imunoglobulin. Variasi bentuk unik dari regio variabel ini
dinamakan idiotip molekul.
II.2 Fragmen Antibodi
Antibodi memiliki 2 fragmen, yaitu
fragmen Fab dan fragmen Fc. Fragmen Fab dengan kepanjangannya yaitu Fragment antigen binding, merupakan
suatu bagian yang dapat mengikat antigen secara spesifik, bereaksi dengan
determinan antigen dan hapten. Fragmen Fab adalah bagian antibodi yang terdapat
di lokasi kedua tangan molekul antibodi, yang masing – masing fragmen Fab
terdiri dari satu rantai ringan dan satu rantai berat.
Fragmen antibodi yang lainnya tidak
memiliki lokasi untuk berikatan dengan antigen, melainkan berfungsi sebagai
lokasi interaksi antara molekul efektor dan sel, serta fixasi komplemen.
Fragmen ini disebut sebagai fragmen Fc, yang merupakan kepanjangan dari Fragment crystallizable. Dari
penamaannya, fragmen ini pada awal penelitian sangat mudah mengkristal(Dominguez and Holmes, 2011).
II.3 Regio Engsel Antibodi
Regio engsel
antibodi terletak di rantai berat antara regio CH1 dan CH2.
Regio engsel ini mengandung kandungan tinggi prolin dan residu hidrofobik.
Kandungan tinggi prolin ini mengakibatkan regio engsel jadi bersifat lebih
fleksibel atau mudah bergerak dan tidak kaku. Kemampuannya untuk dengan bebas
menekuk, memudahkan fragmen Fab untuk melakukan tugasnya berikatan dengan
antigen atau hapten. Kelenturan ini pula yang memudahkan fragmen Fc untuk
berinisiasi dengan komplemen. Sebagai
tambahan, semua jenis imunoglobulin terdiri dari karbohidrat yang terletak
diantara kedua domain CH2 rantai berat dan berfungsi sebagai :
- Meningkatkan daya larut imunoglobulin
- Sebagai perlindungan melawan proses degradasi
- Membantu fungsi dari fragmen Fc
Fungsi terakhir yang
disebutkan adalah fungsi terpenting dari kandungan karbohidrat di dalam
imunoglobulin.
II.4 Heterogenitas Antibodi
Imunoglobulin merupakan kumpulan protein yang sangat heterogen.
Heterogenitas ini disebabkan oleh susunan asam amino yang berbeda satu dengan
yang lain, yang akan mengakibatkan perbedaan struktur molekul. Hal ini
selanjutnya menimbulkan variabilitas dalam determinan antigenik Ig. Keragaman
antibodi tergantung pada :
- Segmen gen V, D dan J multiple.
- Hubungan kombinasi misalnya hubungan tiap segmen V, tiap segmen D dan Segmen J
- Kombinasi acak rantai L dan H yang berbeda
- Mutasi somatik
- Keragaman junctional yang dihasilkan oleh penggabungan yang tepat selama penyusunan kembali dan mengakibatkan perubahan atau penghilangan asam amino dalam regio hipervariabel
- Keragaman intersional, yaitu enzim deoksinukleotidil transferase ujung menyisipkan kelompok kecil nukleotida pada persilangan ( junctional ) V – D dan D – J ( keragaman regio N ).
II.4.1
Variasi Isotip
Pada manusia terdapat 9 isotop H chain fungsional. Sesuai dengan sub
kelas Imunoglobulin. Pada orang normal dapat dijumpai 5 kelas Imunoglobulin,
yaitu Ig A, Ig D, Ig E, Ig G dan Ig M. Tetapi dalam satu kelas dapat dijumpai
beberapa sub kelas seperti Ig G1, Ig G2, Ig G3 dan Ig G4. Karena semua bagian
konstan H – chain yang terdapat pada berbagai kelas dan sub kelas itu dapat
djumpai pada satu orang maka bagian tersebut dinamakan varian Isotip. Sebutan
varian isotip juga berlaku bagi bagian konstan L – chain kappa dan lamda yang
dapat dijumpai pada semua kelas dan subkelas Ig dan terdapat pada semua orang(Dominguez and Holmes,
2011).
II.4.2
Variasi Alotip
Determinant antigen satu varian isotip imnoglobulin satu species dapat
juga berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini ditentukan secara genetik dan
disebut varian Alotip. Contohnya ; golongan darah rhesus (Dominguez and Holmes,
2011).
II.4.3
Variasi Idiotip
Variasi idiotip adalah determinant Antigen yang diasosiasikan dengan
reseptor binding site. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antibodi terhadap
antigen yang sama dan diproduksi oleh individu yang berbeda secara genetik,
dapat memiliki idiotip yang sama. Idiotip inilah yang membedakan satu molekul
imunoglobulin dengan molekul imunoglobulin yang lain dalam alotip yang sama.
Variasi idiotip adalah karakterisitik bagi setiap molekul antibodi (Playfair; Chain, 2004).
Imunoglobulin (Ig) memiliki beberapa macam kelas diferensiasi,
yaitu IgM, IgD, IgG, IgA, dan IgE yang masing – masingnya memiliki komponen
struktur yang berbeda namun juga memiliki banyak kesamaan dalam beberapa hal (Playfair; Chain,
2004).
Tiap molekul
IgG terdiri atas dua rantai L dan dua rantai H yang dihubungkan oleh ikatan
disulfida (rumus molekul H2L2). Oleh karena itu
imunoglobulin ini mempunyai dua tempat pengikatan antigen yang identik, meka
disebut divalen. IgG merupakan antibodi dominan pada respon sekunder dan
menyusun pertahanan yang penting melawan bakteti dan virus. Dikenal 4
subklas yang disebut IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4. Perbedaannya terletak pada
rantai berat (H) yang disebut 1, 2, 3 dan 4. IgG mempunyai
struktur dasar Imunoglobulin yang terdiri dari dua rantai berta H dan dua
rantai ringan L. IgG manusia mempunyai koefisien sedimentasi 7 S dengan berat
molekul sekitar 150.000. Pada orang normal IgG merupakan 75% dari seluruh
jumlah Imunoglobulin. Pada IgG persentase dalam serum sebanyak 75 % - 80% dan
untuk konsentrasi serum 700 – 1700 mg/dl. IgG mempunyai empat subkelas,masing
masing mempunyai perbedaan yang tidak banyak dengan perbandingan jumlah sebagai
berikut :
1. IgG1
dengan jumlah 40-70%
2.
IgG2 dengan jumlah
4-20%
3. Igg3
dengan jumlah 4-8%
4. IgG4
dengan jumlah 2-6%
III.2 Imunoglobulin A ( Ig A) disebut
juga rantai –α (alfa)
Merupakan
imunoglobulin utama pada hasil sekresi misalnya susu, saliva dan air mata serta
sekresi traktus respiratorius, intestinal dan genital. Imunoglobulin ini
melindungi membran mukosa dari serangan bakteri dan virus. Tiap molekul IgA
terdiri atas dua unit H2L2 dan satu molekul terdiri atas
rantai J dan komponen sekresi, molekul yang disebut terakhir merupakan protein
yang diturunkan dari celah reseptor poli-Ig. Reseptor ini mengikat dimer IgA
dan mempermudah transpornya melintasi epitel mukosa. Beberapa bakteri (misalnya
neisseria) dapat merusak IgA1 dengan cara menghasilkan protase sehingga
menghalangi imunitas yang diperantarai antibodi pada permukaan mukosa. IgA
dihasilkan paling banyak dalam bentuk dimer yang tahan terhadap proteolisis
berkat kombinasi dengan suatu zat protein khusus, disebut secretory
component, oleh sel-sel dalam membrane mukosa. Imunoglobin yang dikeluarkan
secara selektif di dalam sekresi air ludah, keringat, air mata, lendir hidung,
kolostrum, sekresi saluran pernapasan dan sekresi saluran pencernaan. IgA yang
keluar dengan sekret juga diproduksi secara lokal oleh sel plasma. Kehadirannya
dalam kolostrum (air susu pertama keluar pada mamalia yang menyusui) membantu
melindungi bayi dari infeksi gastrointestinal. Fungsi utama IgA adalah untuk
mencegah perlautan virus dan bakteri ke permukaan epitel. Fungsi IgA setelah
bergabung dengan antigen pada mikroorganisme mungkin dalam pencegahan
melekatnya mikroorganisme pada sel mukosa.
III. 3 Imunoglobulin M ( Ig M)
disebut juga rantai –µ (mu)
IgM adalah antibodi pertama yang
bersirkulasi sebagai respons terhadap pemaparan awal ke suatu antigen.
Konsentrasinya dalam darah menurun secara cepat. Hal ini secara diagnostik
bermanfaat karena kehadiran IgM umumnya mengindikasikan adanya infeksi baru
oleh pathogen yang menyebabkan pembentukannya. IgM terdiri dari lima monomer
yang tersusun dalam struktur pentamer. IgM berfungsi sebagai reseptor permukaan
sel B untuk tempat antigen melekat dan disekresikan dalam tahap-tahap awal
respons sel plasma. IgM sangat efisien untuk reaksi aglutinasi dan reaksi
sitolitik, dan karena timbulnya cepat setelah infeksi dan tetap tinggal dalam
darah maka IgM merupakan daya tahan tubuh penting pada bakterimia. Ini merupakan imunoglobulin yang efisien dalam proses aglutinasi
fiksasikomplemen dan reaksi antigen-antibodi lainnya serta penting juga dalam
menjadi pertahanan dalam melawan bakteri dan virus. Karena interaksi
imunoglobulin ini dengan antigen dapat melibatkan semua tempat pengikatan
antigen tersebut, maka imunonoglobulin ini mempunyai tingkat afinitas yang paling tinggi dibandingkan dengan semua imunoglobulin lainnya.
III. 4 Imunoglobulin D ( Ig D)
disebut juga rantai –δ (delta)
Imunoglobulin ini tidak mengaktifkan
system komplemen dan tidak dapat menembus plasenta. IgD terutama ditemukan pada
permukaan sel B, yang kemungkinan berfungsi sebagai suatu reseptor antigen yang
diperlukan untuk memulai diferensiasi sel-sel B menjadi plasma dan sel B
memori. Ini juga terjadi pada beberapa sel leukemia limfatik. Di dalam serum Imunoglobulin
ini hanya terdapat dalam jumlah sedikit.
III. 5 Imunoglobulin E ( Ig E)
disebut juga rantai –ε (epsilon)
Dihasilkan pada saat respon alergi
seperti asma dan biduran. Peranan IgE belum terlalu jelas. Di dalam serum,
konsentrasinya sangat rendah, tetapi kadarnya akan naik jika terkena infeksi
parasit tertentu, terutama yang disebabkan oleh cacing. IgE berukuran sedikit
lebih besar dibandingkan dengan molekul IgG dan hanya mewakili sebagian kecil
dari total antibodi dalam darah. Daerah ekor berikatan dengan reseptor pada sel
mast dan basofil dan, ketika dipicu oleh antigen, menyebabkan sel-sel itu
membebaskan histamine dan zat kimia lain yang menyebabkan reaksi alergi.
Regio Fc dari
IgE terikat pada reseptor pada permukaan sel mast dan basofil. IgE yang terikat
ini bertindak sebagai reseptor antigen yang menstimulasi produksinya sehingga
terbentuk kompleks antigen-antibodi yang memicu terjadinya respon alergi tipe
cepat (anafilaksis) melalui pelepasan mediator. Pada orang dengan
hipersensivitas alergi yang diperantarai antibodi tersebut, IgE meningkat
dengan cepat dan IgE dapat terdapat pada sekresi eksternal. IgE serum juga
meningkat secara tipikal selama infeksi cacing.
Struktur dan fungsi IgG dapat dipecah
oleh enzim pepsin dan papain menjadi beberapa fragmen yang mempunyai sifat
biologi yang khas. Perlakuan dengan pepsin dapat memisahkan Fab2 dari daerah
persambungan hinge (engsel). Karena Fab2 adalah merupakan molekul bivalen
sehingga ia dapat mempresipitasi antigen. Enzim papain dapat memutus daerah
hinge diantara CH1 dan CH2 untuk membentuk dua fragmen yang identik dan dapat
bertahan dengan reaksi antigen-antibodi dan juga satu non-antigen-antibodi
fragmen yaitu daerah fragmen kristalisabel (Fc). Bagian Fc ini adalah
glikosilat yang mempunyai banyak fungsi efektor (yaitu: binding komplemen,
binding dengan sel reseptor pada makrofag dan monosit dan sebagainya) dan dapat
digunakan untuk membedakan satu klas antibodi dengan lainnya.
Table 2. Subklas Imunoglobulin. Diunduh dari: http://symposcium.com/wp-content/uploads/2014/04/subclasses.png
Table
3. Sifat-sifat fisika dari lima kelas utama Imunoglobulin
Nama (WHO)
|
IgG
|
IgA
|
IgM
|
IgD
|
IgE
|
Angka sedimentasi
|
7S
|
7S,9S, 11S*
|
19S
|
7S
|
8S
|
Berat molekul
|
150.000
|
160.000 dan dimmer
|
900.000
|
185.000
|
200.000
|
Jumlah unit 4-peptida dasar
|
1
|
1, 2*
|
5
|
1
|
1
|
Rantai berat (H)
|
γ
|
α
|
μ
|
Δ
|
ε
|
Rantai ringan
|
κ, λ
|
κ, λ
|
κ, λ
|
κ, λ
|
κ, λ
|
Susunan molekul
|
γ2κ2
γ2κ2
|
(α2κ2)1-2
(α2λ2)
1-2
(α2κ2) 2S*
(α2λ2)
2S*
|
(μ2κ2)5
(μ2λ2)5
|
δ2κ2
δ2λ 2 (?)
|
ε 2κ2
ε2λ 2
|
Valensi untuk mengikat antigen
|
2
|
2, 4
|
10
|
2
|
2
|
Konsentrasi serum normal
(mg/ml)
|
8-16
|
1,4-4
|
0,5-2
|
0-0,4
|
17-450 **
|
% imunoglobulin total
|
80
|
13
|
6
|
0-1
|
0,002
|
% karbohidrat
|
3
|
8
|
12
|
13
|
12
|
* = bentuk
dimmer dalam sekresi mempunyai komponen S
** = 1ng = 10-9 g
BAB IV Fungsi Antibodi
IV.1
Imunoglobulin G
IgG terbentuk 2-3 bulan setelah
infeksi, kemudian kadarnya meninggi dalam satu bulan, menurun perlahan-lahan,
dan terdapat selama bertahun-tahun dengan kadar yang rendah. IgG beredar dalam
tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus. Senyawa
ini akan terbawa aliran darah langsung menuju tempat antigen berada dan
menghambatnya begitu terdeteksi. IgG lebih mudah menyebar ke dalam
celah-celah ekstravaskuler dan mempunyai peranan utama menetralisis toksin
kuman dan melekat pada kuman sebagai persiapan fagosistosis serta memicu kerja
system komplemen. Senyawa ini memiliki efek kuat
antibakteri maupun virus, serta menetralkan racun. IgG juga mampu menyelinap
diantara sel-sel dan menyingkirkan mikroorganisme yang masuk ke dalam
sel-sel dan kulit. Karena kemampuan serta ukurannya yang kecil, IgG merupakan
satu-satunya antibodi yang dapat dipindahkan melalui plasenta dari ibu hamil ke
janin dalam kandungannya untuk melindungi janin dari kemungkinannya infeksi
yang menyebabkan kematian bayi sebelum lahir. Selanjutnya Imunoglobulin dalam
kolostrum (air susu ibu atau ASI yang pertama kali keluar), memberikan
perlindungan kepada bayi terhadap infeksi sampai sistem kekebalan bayi dapat
menghasilkan antibodi sendiri. Imunoglobulin ini yang paling banyak
di dalam tubuh, dihasilkan dalam jumlah besar ketika tubuh terpajan ulang ke
antigen yang sama (Abbas Abul K., Lichtman; and Pillai, 2014).
IV.2
Imunoglobulin A (IgA)
Imunoglobulin
A atau IgA ditemukan pada bagian-bagian tubuh yang dilapisi oleh selaput
lendir, misalnya hidung, mata, paru-paru, dan usus. IgA juga ditemukan di dalam
darah dan cairan tubuh lainnya, seperti air mata, air liur, ASI, getah lambung,
dan sekresi usus. Antibodi ini melindungi janin dalam kandungan dari berbagai
penyakit. IgA yang terdapat dalam ASI akan melindungi sistem pencernaan bayi
terhadap mikroba karena tidak terdapat dalam tubuh bayi yang baru lahir (Abbas Abul K., Lichtman; and Pillai, 2014).
Antibodi ini terdapat pada darah,
getah bening, dan pada permukaan sel-sel B. Pada saat antigen masuk ke dalam
tubuh, Imunoglobulin M (IgM) merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh
untuk melawan antigen tersebut. IgM terbentuk segera setelah terjadi infeksi
dan menetap selama 1-3 bulan, kemudian menghilang. Janin dalam rahim mampu
memproduksi IgM pada umur kehamilan enam bulan. Jika janin terinfeksi kuman
penyakit, produksi IgM janin akan meningkat. IgM banyak terdapat di dalam
darah, tetapi dalam keadaan normal tidak ditemukan dalam organ maupun jaringan.
Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat diketahui dari
kadar IgM dalam darah (Abbas Abul K., Lichtman; and Pillai, 2014).
IV.4
Imunoglobulin D (IgD)
Imunoglobulin D atau IgD juga
terdapat dalam darah, getah bening, dan pada permukaan sel-sel B, tetapi dalam
jumlah yang sangat sedikit. IgD ini bertindak dengan menempelkan dirinya pada permukaan
sel-sel T, mereka membantu sel-sel T menangkap antigen (Abbas Abul K., Lichtman; and Pillai, 2014).
IV.5
Imunoglobulin E (IgE)
Immunglobulin E atau IgE merupakan antibodi
yang beredar dalam aliran darah. Antibodi ini kadang juga menimbulkan reaksi
alergi akut pada tubuh. Oleh karena itu, tubuh seorang yang sedang mengalami
alergi memiliki kadar IgE yang tinggi. IgE penting melawan infeksi parasit,
misalnya skistosomiasis, yang banyak ditemukan di negara-negara berkembang (Abbas Abul K., Lichtman; and Pillai, 2014).
BAB V Antibodi Monoklonal
V.1
Definisi
Antibodi
monoklonal adalah antibodi buatan identifik karena diproduksi oleh salah satu
jenis sel imun saja dan semua klonnya merupakan sel single parent. Antibodi
monoklonal mempunyai sifat khusus yang unik yaitu dapat mengenal suatu molekul,
memberikan informasi tentang molekul spesifik dan sebagai terapi target tanpa
merusak sel sehat sekitarnya. Antibodi monoklonal murni dapat diproduksi dalam
jumlah besar dan bebas kontaminasi. Antibodi monoklonal dapat diperoleh dari
sel yang dikembangkan di laboratorium, reagen tersebut sangat berguna untuk
penelitian terapi dan diagnostik laboratorium.
Antibodi
monoklonal dapat diciptakan untuk mengikat antigen tertentu kemudian dapat
mendeteksi atau memurnikannya. Manusia dan tikus mempunyai kemampuan untuk
membentuk antibodi yang dapat mengenali antigen. Antibodi monoklonal tidak
hanya mempertahankan tubuh untuk melawan organisme penyakit tetapi juga dapat
menarik molekul target lainnya di dalam tubuh seperti reseptor protein yang ada
pada permukaan sel normal atau molekul yang khas terdapat pada permukaan sel
kanker. Spesifisitas antibodi yang luar biasa menjadikan zat ini dapat
digunakan sebagai terapi. Antibodi mengikat sel kanker dan berpasangan dengan
zat sitotoksik sehingga membentuk suatu kompleks yang dapat mencari dan
menghancurkan sel kanker (Chew
and Park, 2009).
V.2 Antibodi Monoklonal Rekombinan
Pemanfaatan
antibodi monoklonal dalam bidang kesehatan, baik untuk diagnostik atau
mengatasi penyakit kanker tertentu, telah banyak dilakukan. Beberapa antibodi
monoklonal yang dilakukan untuk pengobatan berasal dari sel mencit atau tikus,
sering menimbulkan reaksi alergi pada pasien yang menerima terapi antibodi
monoklonal tersebut. Hal ini disebabkan karena protein mencit dikenal sebagai
antigen asing oleh sel tubuh pasien, sehingga menimbulkan reaksi respon imun
antara lain berupa alergi, inflamasi dan penghancuran atau destruksi antibodi
monoklonal itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkanlah
antibodi monoklonal rekombinan manusia, yaitu suatu monoklonal antibodi yang
sebagian atau seluruhnya terdiri dari protein yang berasal dari manusia, untuk
mengurangi efek penolakan oleh sistem imun pasien. (Radji, M., 2011; Tuscano,
J.M., et al; 2005)
Beberapa
jenis antibodi monoklonal generasi baru yang telah dikembangkan antara lain:
1.
Antibodi monoklonal murine (fully mouse) Yaitu antibodi murni yang didapatkan
dari tikus. Antibodi ini dapat menyebabkan human anti mouse antibodies (HAMA).
Biasanya antibodi ini memiliki akhiran dengan nama “momab” (contohnya
Ibritumomab® ). (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)
2.
Antibodi monoklonal kimera (chimaric). Antibodi monoklonal ini dibuat melalui
teknik rekayasa genetika untuk menciptakan galur mencit atau tikus transgenik
yang dapat memproduksi sel hybrid mencitmanusia yang disebut kimera (chimaric).
Bagian variabel molekul antibodi (Fab), 49 termasuk bagian antigen binding
site, berasal dari mencit, sedangkan bagian lainnya, yaitu bagian yang constant
(Fc) berasal dari manusia. Memiliki akhiran dengan nama “ximab” (Rituximab® ).
(Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)
3.
Antibodi monoklonal manusiawi (humanized).
Antibodi ini dibuat secara rekayasa genetika dimana bagian protein yang berasal
dari mencit hanya terbatas pada antigen binding site saja, sedangkan bagian
yang lainnya yaitu bagian variable dan bagian konstan berasal dari manusia.
Antibodi ini memiliki akhiran nama “zumab” (Transtuzumab® ). (Radji, M., 2011;
Tuscano, J.M., et al; 2005)
4.
Antibodi monoklonal manusia (fully human) Antibodi ini merupakan antibodi yang
paling ideal untuk menghindari terjadinya respon imun karena protein antibodi
yang disuntikkan kedalam tubuh seluruhnya merupakan protein yang berasal dari
manusia. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk merancang pembentukan
antibodi monoklonal yang seluruhnya mengandung protein manusia tersebut adalah
dengan teknik rekayasa genetika untuk menciptakan mencit transgenik yang
membawa gen yang berasal dari manusia, sehingga mampu memproduksi antibodi yang
diinginkan. Pendekatan lainnya adalah merekayasa suatu binatang transgenik yang
dapat mensekresikan antibodi manusia dalam air susu yang dikeluarkan oleh
binatang tersebut. Antibodi yang 100% mengandung protein manusia memiliki
akhiran nama “mumab” (Panitumumab® ).
V.3 Mekanisme Kerja
Antibodi
monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk meningkatkan efek sitotoksik
sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun adalah antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC), complement dependent cytotoxicity (CDC),
mengubah signal transduksi sel tumor atau menghilangkan sel permukaan antigen.
Antibodi dapat digunakan sebagai target muatan (radioisotop, obat atau toksin)
untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi prodrug di tumor, antibody directed enzyme prodrug therapy
(ADEPT). Antibodi monoklonal digunakan secara sinergis melengkapi mekanisme
kerja kemoterapi untuk melawan tumor.(Chew
and Park, 2009)
Daftar
Pustaka
Abbas Abul K., Lichtman;, A. H. and
Pillai, S. (2014) Cellular and Molecular Immunology, Elsevier.
Chew, B. P. and Park,
J. S. (2009) ‘The Immune System’, Health (San Francisco), 5.
Dominguez, R. and
Holmes, K. C. (2011) ‘Antibody structure and function’, Focus, 40(1),
pp. 58–78. doi: 10.1146/annurev-biophys-042910-155359.
Male D, Brostoff J,
Roth DB, R. I. (2013) Immunology, Elsevier. doi:
10.1007/s13398-014-0173-7.2.
Nelson and Cox (2011) Principles
of Biochemistry, Chinese Journal of Integrative Medicine. doi:
10.1007/s11655-011-0820-1.
Playfair; Chain (2004) Immunology
at a Glance 7th.
Schroeder, H. W. J. and
Cavacini, L. (2010) ‘Structure and Function of Imunoglobulins (author
manuscript)’, Journal of Allergy and Clinical Immunology, 125, pp.
S41–S52. doi: 10.1016/j.jaci.2009.09.046.Structure.
Tuscano JM, Noonan K,
Mulrooney T. (2005).Monoclonal antibodies: case studies in novel therapies. In:
Frankel C, editor. A continuing education program for oncology
nurses.Pittsburgh: OES. 5-8.
- lavees.com
- spesialisjerawat.net
- klinikjerawatku.com
- solusijerawatku.com