Wednesday, November 22, 2017

FUNGSI DAN STRUKTUR ANTIBODI

BAB I Pengertian Antibodi


Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia dan bereaksi secara spesifik terhadap antigen yang menginduksi pembentukan mereka. Imunoglobulin adalah molekul antibodi yang digolongkan dalam protein yang disebut globulin (Dominguez and Holmes, 2011). Antibodi (Imunoglobulin) adalah molekul glikoprotein yang tersusun atas asam amino dan karbohidrat. Antibodi atau Imunoglobulin sering kali disingkat dengan Ig. Imunoglobulin mengikat bakteri, virus, atau molekul besar yang diidentifikasi sebagai benda asing. Imunoglobulin diproduksi oleh limfosit B atau sel B. Berat molekul antibodi berkisar 150.000 Da sampai 950.000 Da yang tergantung pada kelasnya. Semua molekul antibodi terdiri dari dua untaian peptida yang dikenal dengan light chain, sedang yang terdiri dari untaian peptida yang panjang disebut heavy chains. Keduanya terjadi ikatan kovalen bersama yang disebut dengan ikatan disulfide (Nelson and Cox, 2011).
Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk melawan sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia. Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok prajurit pejuang dalam sistem kekebalan. Antibodi mempunyai dua fungsi, pertama untuk mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen. Fungsi kedua adalah membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya. Berada dalam aliran darah dan cairan non-seluler, antibodi mengikatkan diri kepada bakteri dan virus penyebab penyakit. Mereka menandai molekul-molekul asing tempat mereka mengikatkan diri. Dengan demikian sel prajurit tubuh dapat membedakan sekaligus melumpuhkannya. Tubuh manusia mampu memproduksi masing-masing antibodi yang cocok untuk hampir setiap musuh yang dihadapinya. Antibodi bukan berjenis tunggal. Sesuai dengan struktur setiap musuh, maka tubuh menciptakan antibodi khusus yang cukup kuat untuk menghadapi si musuh (antigen). Terdapat beberapa tipe antibodi yang berbeda dari rantai berat antibodi, dan beberapa tipe antibodi yang berbeda, yang dimasukan kedalam isotype yang berbeda berdasarkan pada tiap rantai berat mereka masuki. Lima isotype antibodi yang berbeda diketahui berada pada tubuh mamalia, yang memainkan peran yang berbeda dan menolong mengarahkan respon imun yang tepat untuk tiap tipe benda asing yang berbeda yang ditemui (Male D, Brostoff J, Roth DB, 2013).

BAB II Struktur Antibodi

          Secara sederhana molekul Imunoglobulin dapat digambarkan menyerupai huruf Y dengan engsel (hinge). Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 macam rantai polipeptida yang tersusun dari rangkaian asam amino yang dikenal sebagai rantai H (rantai berat) dengan berat molekul 55.000 dan rantai L (rantai ringan) dengan berat molekul 22.000. Tiap rantai dasar imunoglobulin (satu unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai L. Kedua rantai ini diikat oleh suatu ikatan disulfida sedemikian rupa sehingga membentuk struktur yang simetris. Yang menarik dari susunan imunoglobulin ini adalah penyusunan daerah simetris rangkaian asam amino yang dikenal sebagai daerah domain, yaitu bagian dari rantai H atau rantai L, yang terdiri dari hampir 110 asam amino yang diapit oleh ikatan disulfid interchain, sedangkan ikatan antara 2 rantai dihubungkan oleh ikatan disulfid interchain. Rantai L mempunyai 2 tipe yaitu kappa dan lambda, sedangkan rantai H terdiri dari 5 kelas, yaitu rantai G (γ), rantai A (α), rantai M (μ), rantai E (ε) dan rantai D (δ). Setiap rantai mempunyai jumlah domain berbeda. Rantai pendek L mempunyai 2 domain; sedang rantai G, A dan D masing-masing 4 domain, dan rantai M dan E masing-masing 5 domain (Schroeder and Cavacini, 2010; Dominguez and Holmes, 2011).
Molekul Imunoglobulin dapat dipecah oleh enzim papain atau pepsin (protease) menjadi 2 bagian yakni Fab (fragment antigen binding) yaitu bagian yang menentukan spesifitas antibodi karena berfungsi untuk mengikat antigen, dan Fc (fragment crystalizable) yang menentukan aktivitas biologisnya dan yang akan berikatan dengan komplemen, sebagai contoh Imunoglobulin G mempunyai kemampuan menembus membran plasenta (Roitt, Brostoff, Male, 1985). Rantai dasar imunoglobulin dapat dipecah menjadi beberapa fragmen. Enzim papain memecah rantai dasar menjadi 3 bagian, yaitu 2 fragmen yang terdiri dari bagian H dan rantai L. Fragmen ini mempunyai susunan asam amino yang bervariasi sesuai dengan variabilitas antigen. Fab memiliki satu tempat tempat pengikatan antigen (antigen binding site) yang menentukan spesifisitas imunoglobulin. Fragmen lain disebut Fc yang hanya mengandung bagian rantai H saja dan mempunyai susunan asam amino yang tetap. Fragmen Fc tidak dapat mengikat antigen tetapi memiliki sifat antigenik dan menentukan aktivitas imunoglobulin yang bersangkutan, misalnya kemampuan fiksasi dengan komplemen, terikat pada permukaan sel makrofag, dan yang menempel pada sel mast dan basofil mengakibatkan degranulasi sel mast dan basofil, dan kemampuan menembus plasenta. Enzim pepsin memecah unit dasar imunoglobulin tersebut pada gugusan karboksil terminal sampai bagian sebelum ikatan disulfida (interchain) dengan akibat kehilangan sebagian besar susunan asam amino yang menentukan sifat antigenik determinan, namun demikian masih tetap mempunyai sifat antigenik. Fragmen Fab yang tersisa menjadi satu rangkaian fragmen yang dikenal sebagai F(ab2) yang mempunyai 2 tempat pengikatan antigen (Schroeder and Cavacini, 2010; Dominguez and Holmes, 2011).

            Pada dasarnya, semua molekul imunoglobulin terdiri dari 4 unit rantai polipeptida yang mengandung 2 rantai berat (heavy chain atau H chain) dan 2 rantai yang lebih ringan yang sering disebut rantai ringan (light chain atau L chain). Rantai – rantai ini digabungkan oleh kumpulan ikatan nonkovalen dan jembatan penghubung disulfida(Schroeder and Cavacini, 2010; Playfair; Chain, 2004).

II.1.1. Sifat Rantai Ringan (Light Chain)

            Kesulitan dalam memperoleh jumlah yang signifikan dalam analisis asam amino dari imunoglobulin yang spesifik, dipatahkan oleh ditemukannya protein Bence – Jones di dalam urin pasien multipel myeloma, dimana kenyataannya adalah rantai ringan (light chain) disekresi oleh plasma sel keganasan. Dari penelitian ini, didapatkan sifat protein Bence - Jones yaitu saat dipanaskan pada suhu 60o C, protein ini akan mengendap, namun saat pemanasan ditingkatkan hingga mencapai 80o C, protein ini akan larut kembali. Karakteristik yang unik dari protein Bence – Jones inilah yang memungkinkan untuk mengisolasi rantai ringan dan memperoleh rangkaian asam aminonya.
            Hasil analisis dari protein Bence – Jones ini mengungkapkan bahwa terdapat 2 tipe utama dari rantai ringan, yaitu kappa (€) dan lambda (λ), dimana tidak keduanya dimiliki oleh setiap imunoglobulin, melainkan hanya salah satu saja. Masing – masing mengandung sekitar 200 – 220 asam amino yang masing – masing diketahuin memiliki urutan yang sama. Rantai ringan memiliki berat molekul sekitar 25.000 dalton.
Tipe kappa (€) dan lambda (λ) dari rantai ringan sama – sama memiliki ujung karboksi yang hampir sama. Yang membedakan antara kedua tipe rantai ringan ini berada pada substitusi asam amino di beberapa lokasi rantai ringan. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan fungsi yang signifikan antara kedua tipe rantai ringan ini.

II.1.2. Pengurutan Rantai Berat (Heavy Chain)

            Pengurutan rantai berat memperlihatkan susunan yang sama dengan susunan domain pada rantai ringan, yaitu memiliki regio variabel dan regio konstan.  Bagian pertama yang mendekati urutan asam amino 110 di ujung terminal amino merupakan regio variabel dan sisanya bisa terbagi menjadi 3 atau lebih regio konstan dengan urutan yang sama, berupa CH1, CH2, dan CH3. Regio konstan ini lah yang kemudian menjadi dasar pembagian kelas imunoglobulin, yaitu IgG yang memiliki rantai berat γ, IgM yang memiliki rantai berat µ, IgA yang memiliki rantai berat α, IgD yang memiliki rantai berat δ, dan igE yang memiliki rantai berat ᶓ. Masing – masing dari itu, menunjukan suatu isotip, urutan asam amino yang unik yang biasa terdapat di seluruh molekul asam amino. Adapun bentuk rantai amino yang berbeda dari isotip pada umumnya, dinamakan alotip yang merupakan variasi regio konstan minoritas pada individu.
            Regio variabel merupakan bagian ujung amino di setiap rantai, baik rantai ringan maupun rantai berat yang sangat penting peranannya pada lokasi pengikatan antigen terhadap imunoglobulin. Variasi bentuk unik dari regio variabel ini dinamakan idiotip molekul.

II.2 Fragmen Antibodi

            Antibodi memiliki 2 fragmen, yaitu fragmen Fab dan fragmen Fc. Fragmen Fab dengan kepanjangannya yaitu Fragment antigen binding, merupakan suatu bagian yang dapat mengikat antigen secara spesifik, bereaksi dengan determinan antigen dan hapten. Fragmen Fab adalah bagian antibodi yang terdapat di lokasi kedua tangan molekul antibodi, yang masing – masing fragmen Fab terdiri dari satu rantai ringan dan satu rantai berat.
            Fragmen antibodi yang lainnya tidak memiliki lokasi untuk berikatan dengan antigen, melainkan berfungsi sebagai lokasi interaksi antara molekul efektor dan sel, serta fixasi komplemen. Fragmen ini disebut sebagai fragmen Fc, yang merupakan kepanjangan dari Fragment crystallizable. Dari penamaannya, fragmen ini pada awal penelitian sangat mudah mengkristal(Dominguez and Holmes, 2011).

II.3 Regio Engsel Antibodi

            Regio engsel antibodi terletak di rantai berat antara regio CH1 dan CH2. Regio engsel ini mengandung kandungan tinggi prolin dan residu hidrofobik. Kandungan tinggi prolin ini mengakibatkan regio engsel jadi bersifat lebih fleksibel atau mudah bergerak dan tidak kaku. Kemampuannya untuk dengan bebas menekuk, memudahkan fragmen Fab untuk melakukan tugasnya berikatan dengan antigen atau hapten. Kelenturan ini pula yang memudahkan fragmen Fc untuk berinisiasi dengan komplemen. Sebagai tambahan, semua jenis imunoglobulin terdiri dari karbohidrat yang terletak diantara kedua domain CH2 rantai berat dan berfungsi sebagai :
  1. Meningkatkan daya larut imunoglobulin
  2. Sebagai perlindungan melawan proses degradasi
  3. Membantu fungsi dari fragmen Fc
     Fungsi terakhir yang disebutkan adalah fungsi terpenting dari kandungan karbohidrat di dalam imunoglobulin.

II.4 Heterogenitas Antibodi

Imunoglobulin merupakan kumpulan protein yang sangat heterogen. Heterogenitas ini disebabkan oleh susunan asam amino yang berbeda satu dengan yang lain, yang akan mengakibatkan perbedaan struktur molekul. Hal ini selanjutnya menimbulkan variabilitas dalam determinan antigenik Ig. Keragaman antibodi tergantung pada :

  • Segmen gen V, D dan J multiple.
  • Hubungan kombinasi misalnya hubungan tiap segmen V, tiap  segmen D dan Segmen J
  • Kombinasi acak rantai L dan H yang berbeda
  • Mutasi somatik
  • Keragaman junctional yang dihasilkan oleh penggabungan yang tepat selama penyusunan kembali dan mengakibatkan perubahan atau penghilangan asam amino dalam regio hipervariabel
  • Keragaman intersional, yaitu enzim deoksinukleotidil transferase ujung menyisipkan kelompok kecil nukleotida pada persilangan ( junctional ) V – D dan D – J ( keragaman regio N ).

II.4.1 Variasi Isotip

Pada manusia terdapat 9 isotop H chain fungsional. Sesuai dengan sub kelas Imunoglobulin. Pada orang normal dapat dijumpai 5 kelas Imunoglobulin, yaitu Ig A, Ig D, Ig E, Ig G dan Ig M. Tetapi dalam satu kelas dapat dijumpai beberapa sub kelas seperti Ig G1, Ig G2, Ig G3 dan Ig G4. Karena semua bagian konstan H – chain yang terdapat pada berbagai kelas dan sub kelas itu dapat djumpai pada satu orang maka bagian tersebut dinamakan varian Isotip. Sebutan varian isotip juga berlaku bagi bagian konstan L – chain kappa dan lamda yang dapat dijumpai pada semua kelas dan subkelas Ig dan terdapat pada semua orang(Dominguez and Holmes, 2011).

II.4.2 Variasi Alotip

Determinant antigen satu varian isotip imnoglobulin satu species dapat juga berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini ditentukan secara genetik dan disebut varian Alotip. Contohnya ; golongan darah rhesus (Dominguez and Holmes, 2011).

II.4.3 Variasi Idiotip

Variasi idiotip adalah determinant Antigen yang diasosiasikan dengan reseptor binding site. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antibodi terhadap antigen yang sama dan diproduksi oleh individu yang berbeda secara genetik, dapat memiliki idiotip yang sama. Idiotip inilah yang membedakan satu molekul imunoglobulin dengan molekul imunoglobulin yang lain dalam alotip yang sama. Variasi idiotip adalah karakterisitik bagi setiap molekul antibodi (Playfair; Chain, 2004).

            Imunoglobulin (Ig) memiliki beberapa macam kelas diferensiasi, yaitu IgM, IgD, IgG, IgA, dan IgE yang masing – masingnya memiliki komponen struktur yang berbeda namun juga memiliki banyak kesamaan dalam beberapa hal (Playfair; Chain, 2004).
Tiap molekul IgG terdiri atas dua rantai L dan dua rantai H yang dihubungkan oleh ikatan disulfida (rumus molekul H2L2). Oleh karena itu imunoglobulin ini mempunyai dua tempat pengikatan antigen yang identik, meka disebut divalen. IgG merupakan antibodi dominan pada respon sekunder dan menyusun pertahanan yang penting melawan bakteti dan virus. Dikenal 4 subklas yang disebut IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4. Perbedaannya terletak pada rantai berat (H) yang disebut 1, 2, 3 dan 4. IgG mempunyai struktur dasar Imunoglobulin yang terdiri dari dua rantai berta H dan dua rantai ringan L. IgG manusia mempunyai koefisien sedimentasi 7 S dengan berat molekul sekitar 150.000. Pada orang normal IgG merupakan 75% dari seluruh jumlah Imunoglobulin. Pada IgG persentase dalam serum sebanyak 75 % - 80% dan untuk konsentrasi serum 700 – 1700 mg/dl. IgG mempunyai empat subkelas,masing masing mempunyai perbedaan yang tidak banyak dengan perbandingan jumlah sebagai berikut :
1.      IgG1 dengan jumlah 40-70%
2.      IgG2 dengan jumlah 4-20%
3.      Igg3 dengan jumlah 4-8%
4.      IgG4 dengan jumlah 2-6%

III.2 Imunoglobulin A ( Ig A) disebut juga rantai –α (alfa)

Merupakan imunoglobulin utama pada hasil sekresi misalnya susu, saliva dan air mata serta sekresi traktus respiratorius, intestinal dan genital. Imunoglobulin ini melindungi membran mukosa dari serangan bakteri dan virus. Tiap molekul IgA terdiri atas dua unit H2L2 dan satu molekul terdiri atas rantai J dan komponen sekresi, molekul yang disebut terakhir merupakan protein yang diturunkan dari celah reseptor poli-Ig. Reseptor ini mengikat dimer IgA dan mempermudah transpornya melintasi epitel mukosa. Beberapa bakteri (misalnya neisseria) dapat merusak IgA1 dengan cara menghasilkan protase sehingga menghalangi imunitas yang diperantarai antibodi pada permukaan mukosa. IgA dihasilkan paling banyak dalam bentuk dimer yang tahan terhadap proteolisis berkat kombinasi dengan suatu zat protein khusus, disebut secretory component, oleh sel-sel dalam membrane mukosa. Imunoglobin yang dikeluarkan secara selektif di dalam sekresi air ludah, keringat, air mata, lendir hidung, kolostrum, sekresi saluran pernapasan dan sekresi saluran pencernaan. IgA yang keluar dengan sekret juga diproduksi secara lokal oleh sel plasma. Kehadirannya dalam kolostrum (air susu pertama keluar pada mamalia yang menyusui) membantu melindungi bayi dari infeksi gastrointestinal. Fungsi utama IgA adalah untuk mencegah perlautan virus dan bakteri ke permukaan epitel. Fungsi IgA setelah bergabung dengan antigen pada mikroorganisme mungkin dalam pencegahan melekatnya mikroorganisme pada sel mukosa.

III. 3 Imunoglobulin M ( Ig M) disebut juga rantai –µ (mu)

IgM adalah antibodi pertama yang bersirkulasi sebagai respons terhadap pemaparan awal ke suatu antigen. Konsentrasinya dalam darah menurun secara cepat. Hal ini secara diagnostik bermanfaat karena kehadiran IgM umumnya mengindikasikan adanya infeksi baru oleh pathogen yang menyebabkan pembentukannya. IgM terdiri dari lima monomer yang tersusun dalam struktur pentamer. IgM berfungsi sebagai reseptor permukaan sel B untuk tempat antigen melekat dan disekresikan dalam tahap-tahap awal respons sel plasma. IgM sangat efisien untuk reaksi aglutinasi dan reaksi sitolitik, dan karena timbulnya cepat setelah infeksi dan tetap tinggal dalam darah maka IgM merupakan daya tahan tubuh penting pada bakterimia. Ini merupakan imunoglobulin yang efisien dalam proses aglutinasi fiksasikomplemen dan reaksi antigen-antibodi lainnya serta penting juga dalam menjadi pertahanan dalam melawan bakteri dan virus. Karena interaksi imunoglobulin ini dengan antigen dapat melibatkan semua tempat pengikatan antigen tersebut, maka imunonoglobulin ini mempunyai tingkat afinitas yang paling tinggi dibandingkan dengan semua imunoglobulin lainnya.

III. 4 Imunoglobulin D ( Ig D) disebut juga rantai –δ (delta)

Imunoglobulin ini tidak mengaktifkan system komplemen dan tidak dapat menembus plasenta. IgD terutama ditemukan pada permukaan sel B, yang kemungkinan berfungsi sebagai suatu reseptor antigen yang diperlukan untuk memulai diferensiasi sel-sel B menjadi plasma dan sel B memori. Ini juga terjadi pada beberapa sel leukemia limfatik. Di dalam serum Imunoglobulin ini hanya terdapat dalam jumlah sedikit.

III. 5 Imunoglobulin E ( Ig E) disebut juga rantai –ε (epsilon)

Dihasilkan pada saat respon alergi seperti asma dan biduran. Peranan IgE belum terlalu jelas. Di dalam serum, konsentrasinya sangat rendah, tetapi kadarnya akan naik jika terkena infeksi parasit tertentu, terutama yang disebabkan oleh cacing. IgE berukuran sedikit lebih besar dibandingkan dengan molekul IgG dan hanya mewakili sebagian kecil dari total antibodi dalam darah. Daerah ekor berikatan dengan reseptor pada sel mast dan basofil dan, ketika dipicu oleh antigen, menyebabkan sel-sel itu membebaskan histamine dan zat kimia lain yang menyebabkan reaksi alergi.
Regio Fc dari IgE terikat pada reseptor pada permukaan sel mast dan basofil. IgE yang terikat ini bertindak sebagai reseptor antigen yang menstimulasi produksinya sehingga terbentuk kompleks antigen-antibodi yang memicu terjadinya respon alergi tipe cepat (anafilaksis) melalui pelepasan mediator. Pada orang dengan hipersensivitas alergi yang diperantarai antibodi tersebut, IgE meningkat dengan cepat dan IgE dapat terdapat pada sekresi eksternal. IgE serum juga meningkat secara tipikal selama infeksi cacing.
Struktur dan fungsi IgG dapat dipecah oleh enzim pepsin dan papain menjadi beberapa fragmen yang mempunyai sifat biologi yang khas. Perlakuan dengan pepsin dapat memisahkan Fab2 dari daerah persambungan hinge (engsel). Karena Fab2 adalah merupakan molekul bivalen sehingga ia dapat mempresipitasi antigen. Enzim papain dapat memutus daerah hinge diantara CH1 dan CH2 untuk membentuk dua fragmen yang identik dan dapat bertahan dengan reaksi antigen-antibodi dan juga satu non-antigen-antibodi fragmen yaitu daerah fragmen kristalisabel (Fc). Bagian Fc ini adalah glikosilat yang mempunyai banyak fungsi efektor (yaitu: binding komplemen, binding dengan sel reseptor pada makrofag dan monosit dan sebagainya) dan dapat digunakan untuk membedakan satu klas antibodi dengan lainnya.


Table 2. Subklas Imunoglobulin. Diunduh dari: http://symposcium.com/wp-content/uploads/2014/04/subclasses.png
Table 3. Sifat-sifat fisika dari lima kelas utama Imunoglobulin
Nama (WHO)
IgG
IgA
IgM
IgD
IgE
Angka sedimentasi
7S
7S,9S, 11S*
19S
7S
8S
Berat molekul
150.000
160.000 dan dimmer
900.000
185.000
200.000
Jumlah unit 4-peptida dasar
1
1, 2*
5
1
1
Rantai berat (H)
γ
α
μ
Δ
ε
Rantai ringan
κ, λ
κ, λ
κ, λ
κ, λ
κ, λ
Susunan molekul
γ2κ2
γ2κ2
(α2κ2)1-2
(α2λ2) 1-2
(α2κ2) 2S*
(α2λ2) 2S*
(μ2κ2)5
(μ2λ2)5
δ2κ2
δ2λ 2 (?)
ε 2κ2
ε2λ 2
Valensi untuk mengikat antigen
2
2, 4
10
2
2
Konsentrasi serum normal (mg/ml)
8-16
1,4-4
0,5-2
0-0,4
17-450 **
% imunoglobulin total
80
13
6
0-1
0,002
% karbohidrat
3
8
12
13
12
* = bentuk dimmer dalam sekresi mempunyai komponen S
** = 1ng = 10-9 g

BAB IV Fungsi Antibodi

IV.1 Imunoglobulin G

            IgG terbentuk 2-3 bulan setelah infeksi, kemudian kadarnya meninggi dalam satu bulan, menurun perlahan-lahan, dan terdapat selama bertahun-tahun dengan kadar yang rendah. IgG beredar dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus. Senyawa ini akan terbawa aliran darah langsung menuju tempat antigen berada dan menghambatnya begitu terdeteksi. IgG lebih mudah menyebar ke dalam celah-celah ekstravaskuler dan mempunyai peranan utama menetralisis toksin kuman dan melekat pada kuman sebagai persiapan fagosistosis serta memicu kerja system komplemen. Senyawa ini memiliki efek kuat antibakteri maupun virus, serta menetralkan racun. IgG juga mampu menyelinap diantara sel-sel dan  menyingkirkan mikroorganisme yang masuk ke dalam sel-sel dan kulit. Karena kemampuan serta ukurannya yang kecil, IgG merupakan satu-satunya antibodi yang dapat dipindahkan melalui plasenta dari ibu hamil ke janin dalam kandungannya untuk melindungi janin dari kemungkinannya infeksi yang menyebabkan kematian bayi sebelum lahir. Selanjutnya Imunoglobulin dalam kolostrum (air susu ibu atau ASI yang pertama kali keluar), memberikan perlindungan kepada bayi terhadap infeksi sampai sistem kekebalan bayi dapat menghasilkan antibodi sendiri. Imunoglobulin ini yang paling banyak di dalam tubuh, dihasilkan dalam jumlah besar ketika tubuh terpajan ulang ke antigen yang sama (Abbas Abul K., Lichtman; and Pillai, 2014).

IV.2 Imunoglobulin A (IgA)

Imunoglobulin A atau IgA ditemukan pada bagian-bagian tubuh yang dilapisi oleh selaput lendir, misalnya hidung, mata, paru-paru, dan usus. IgA juga ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya, seperti air mata, air liur, ASI, getah lambung, dan sekresi usus. Antibodi ini melindungi janin dalam kandungan dari berbagai penyakit. IgA yang terdapat dalam ASI akan melindungi sistem pencernaan bayi terhadap mikroba karena tidak terdapat dalam tubuh bayi yang baru lahir (Abbas Abul K., Lichtman; and Pillai, 2014).
            Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel-sel B. Pada saat antigen masuk ke dalam tubuh, Imunoglobulin M (IgM) merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh untuk melawan antigen tersebut. IgM terbentuk segera setelah terjadi infeksi dan menetap selama 1-3 bulan, kemudian menghilang. Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan enam bulan. Jika janin terinfeksi kuman penyakit, produksi IgM janin akan meningkat. IgM banyak terdapat di dalam darah, tetapi dalam keadaan normal tidak ditemukan dalam organ maupun jaringan. Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat diketahui dari kadar IgM dalam darah (Abbas Abul K., Lichtman; and Pillai, 2014).

IV.4 Imunoglobulin D (IgD)

            Imunoglobulin D atau IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada permukaan sel-sel B, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. IgD ini bertindak dengan menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka membantu sel-sel T menangkap antigen (Abbas Abul K., Lichtman; and Pillai, 2014).

IV.5 Imunoglobulin E (IgE)

            Immunglobulin E atau IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah. Antibodi ini kadang juga menimbulkan reaksi alergi akut pada tubuh. Oleh karena itu, tubuh seorang yang sedang mengalami alergi memiliki kadar IgE yang tinggi. IgE penting melawan infeksi parasit, misalnya skistosomiasis, yang banyak ditemukan di negara-negara berkembang (Abbas Abul K., Lichtman; and Pillai, 2014).

BAB V Antibodi Monoklonal

V.1 Definisi

Antibodi monoklonal adalah antibodi buatan identifik karena diproduksi oleh salah satu jenis sel imun saja dan semua klonnya merupakan sel single parent. Antibodi monoklonal mempunyai sifat khusus yang unik yaitu dapat mengenal suatu molekul, memberikan informasi tentang molekul spesifik dan sebagai terapi target tanpa merusak sel sehat sekitarnya. Antibodi monoklonal murni dapat diproduksi dalam jumlah besar dan bebas kontaminasi. Antibodi monoklonal dapat diperoleh dari sel yang dikembangkan di laboratorium, reagen tersebut sangat berguna untuk penelitian terapi dan diagnostik laboratorium.
Antibodi monoklonal dapat diciptakan untuk mengikat antigen tertentu kemudian dapat mendeteksi atau memurnikannya. Manusia dan tikus mempunyai kemampuan untuk membentuk antibodi yang dapat mengenali antigen. Antibodi monoklonal tidak hanya mempertahankan tubuh untuk melawan organisme penyakit tetapi juga dapat menarik molekul target lainnya di dalam tubuh seperti reseptor protein yang ada pada permukaan sel normal atau molekul yang khas terdapat pada permukaan sel kanker. Spesifisitas antibodi yang luar biasa menjadikan zat ini dapat digunakan sebagai terapi. Antibodi mengikat sel kanker dan berpasangan dengan zat sitotoksik sehingga membentuk suatu kompleks yang dapat mencari dan menghancurkan sel kanker (Chew and Park, 2009).

V.2 Antibodi Monoklonal Rekombinan

Pemanfaatan antibodi monoklonal dalam bidang kesehatan, baik untuk diagnostik atau mengatasi penyakit kanker tertentu, telah banyak dilakukan. Beberapa antibodi monoklonal yang dilakukan untuk pengobatan berasal dari sel mencit atau tikus, sering menimbulkan reaksi alergi pada pasien yang menerima terapi antibodi monoklonal tersebut. Hal ini disebabkan karena protein mencit dikenal sebagai antigen asing oleh sel tubuh pasien, sehingga menimbulkan reaksi respon imun antara lain berupa alergi, inflamasi dan penghancuran atau destruksi antibodi monoklonal itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkanlah antibodi monoklonal rekombinan manusia, yaitu suatu monoklonal antibodi yang sebagian atau seluruhnya terdiri dari protein yang berasal dari manusia, untuk mengurangi efek penolakan oleh sistem imun pasien. (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)
Beberapa jenis antibodi monoklonal generasi baru yang telah dikembangkan antara lain:
1. Antibodi monoklonal murine (fully mouse) Yaitu antibodi murni yang didapatkan dari tikus. Antibodi ini dapat menyebabkan human anti mouse antibodies (HAMA). Biasanya antibodi ini memiliki akhiran dengan nama “momab” (contohnya Ibritumomab® ). (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)
2. Antibodi monoklonal kimera (chimaric). Antibodi monoklonal ini dibuat melalui teknik rekayasa genetika untuk menciptakan galur mencit atau tikus transgenik yang dapat memproduksi sel hybrid mencitmanusia yang disebut kimera (chimaric). Bagian variabel molekul antibodi (Fab), 49 termasuk bagian antigen binding site, berasal dari mencit, sedangkan bagian lainnya, yaitu bagian yang constant (Fc) berasal dari manusia. Memiliki akhiran dengan nama “ximab” (Rituximab® ). (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)
3. Antibodi monoklonal manusiawi (humanized). Antibodi ini dibuat secara rekayasa genetika dimana bagian protein yang berasal dari mencit hanya terbatas pada antigen binding site saja, sedangkan bagian yang lainnya yaitu bagian variable dan bagian konstan berasal dari manusia. Antibodi ini memiliki akhiran nama “zumab” (Transtuzumab® ). (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)
4. Antibodi monoklonal manusia (fully human) Antibodi ini merupakan antibodi yang paling ideal untuk menghindari terjadinya respon imun karena protein antibodi yang disuntikkan kedalam tubuh seluruhnya merupakan protein yang berasal dari manusia. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk merancang pembentukan antibodi monoklonal yang seluruhnya mengandung protein manusia tersebut adalah dengan teknik rekayasa genetika untuk menciptakan mencit transgenik yang membawa gen yang berasal dari manusia, sehingga mampu memproduksi antibodi yang diinginkan. Pendekatan lainnya adalah merekayasa suatu binatang transgenik yang dapat mensekresikan antibodi manusia dalam air susu yang dikeluarkan oleh binatang tersebut. Antibodi yang 100% mengandung protein manusia memiliki akhiran nama “mumab” (Panitumumab® ).


V.3 Mekanisme Kerja

Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk meningkatkan efek sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun adalah antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC), complement dependent cytotoxicity (CDC), mengubah signal transduksi sel tumor atau menghilangkan sel permukaan antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai target muatan (radioisotop, obat atau toksin) untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi prodrug di tumor, antibody directed enzyme prodrug therapy (ADEPT). Antibodi monoklonal digunakan secara sinergis melengkapi mekanisme kerja kemoterapi untuk melawan tumor.(Chew and Park, 2009)




Daftar Pustaka

Abbas Abul K., Lichtman;, A. H. and Pillai, S. (2014) Cellular and Molecular Immunology, Elsevier.
Chew, B. P. and Park, J. S. (2009) ‘The Immune System’, Health (San Francisco), 5.
Dominguez, R. and Holmes, K. C. (2011) ‘Antibody structure and function’, Focus, 40(1), pp. 58–78. doi: 10.1146/annurev-biophys-042910-155359.
Male D, Brostoff J, Roth DB, R. I. (2013) Immunology, Elsevier. doi: 10.1007/s13398-014-0173-7.2.
Nelson and Cox (2011) Principles of Biochemistry, Chinese Journal of Integrative Medicine. doi: 10.1007/s11655-011-0820-1.
Playfair; Chain (2004) Immunology at a Glance 7th.
Schroeder, H. W. J. and Cavacini, L. (2010) ‘Structure and Function of Imunoglobulins (author manuscript)’, Journal of Allergy and Clinical Immunology, 125, pp. S41–S52. doi: 10.1016/j.jaci.2009.09.046.Structure.
Tuscano JM, Noonan K, Mulrooney T. (2005).Monoclonal antibodies: case studies in novel therapies. In: Frankel C, editor. A continuing education program for oncology nurses.Pittsburgh: OES. 5-8.




- lavees.com
- spesialisjerawat.net
- klinikjerawatku.com
- solusijerawatku.com

FUNGSI DAN STRUKTUR ANTIBODI

BAB I Pengertian Antibodi Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan tubuh pada...